Seperti kita tahu, bahwa di Indonesia dan diseluruh dunia, pada saat kita membeli properti, maka untuk membuktikan kepemilikannya harus dibuktikan oleh surat keterangan kepemilikan atasnya. Untuk bentuknya bisa berbeda-beda, tetapi hampir semua surat itu berisi hal yang sama, yaitu soal informasi tentang kepemilikan unit, lahan, properti yang baru saja dibeli tersebut.
Sedangkan di Indonesia sendiri, boleh dikatakan bahwa SHM atau Sertifikat Hak Milik, merupakan legalitas bagi properti yang kita miliki. Untuk dasar hukum kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM), sudah tertuang dalam UU No 5, Tahun 1969, tentang Pokok-pokok Agraria.
Untuk di Indonesia sendiri, bahwa SHM atau Sertifikat Hak Milik, merupakan jenis kepemilikan pada suatu obyek yang paling kuat diantara sertifikat kepemilikan lainnya.
Hal lain yang perlu diketahui juga, bahwa SHM (Sertifikat Hak Milik) bisa dijual, dihibahkan, atau diwariskan turun-temurun.
Selain itu, dengan memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), maka pemilik memiliki hak penuh terhadap obyek tanah atau properti tersebut.
Status kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM), juga tidak dapat dicampuri oleh pihak lain, serta hanya bisa dimiliki oleh WNI atau Warga Negara Indonesia saja. Misalkan, terjadi sengketa di kemudian hari, pada obyek properti tersebut, maka nama yang tercantum dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) tersebut, yang akan dinilai sah berdasarkan hukum.
Pastinya tanah, lahan, atau properti yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), maka obyek tersebut akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan obyek tersebut memiliki sertifikat jenis yang lain.