Seperti sama-sama kita tahu bahwa hampir sebagian besar rumah adat yang ada di Nusantara berbentuk rumah panggung, Dengan ciri yang paling utama yaitu rumah-rumah ini dibuat melayang dan tidak bertumpu pada permukaan tanah. Sebagai penumpu agar rumah-rumah ini dapat melayang, maka rumah ini ditahan oleh kolom, dan untuk material yang paling banyak digunakan sebagai kolom adalah kayu.
Pada rumah panggung seperti ini, biasanya rumah bagian atas digunakan sebagai rumah tinggal, dan bagian bawah rumah difungsikan sebagai kandang ternak, tempat menyimpan peralatan, dan juga sebagai tempat berkumpul.
Sebenarnya jika dilihat dari kondisi rumah adat yang ada di Nusantara ini, maka bentuk dari rumah adat tersebut, lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Misalkan saja banyak suku yang menggantungkan hidupnya dari sungai, sehingga untuk mengantisipasi jika sampai terjadi banjir, maka rumah tersebut perlu dibuat menjadi bentuk panggung.
Lagi pula banyak perumahan dari suku-suku di Nusantara juga berada jauh di tengah hutan, sehingga dengan jumlah ancaman dari hewan liar yang sangat tinggi, maka rumah panggung adalah bentuk rumah yang bisa dianggap paling aman dari ancaman hewan liar.
Sebenarnya masih ada sisi positif lain, yang mungkin tidak diketahui oleh para desainer rumah adat berbentuk panggung. Yaitu rumah adat yang berbentuk panggung, ternyata jauh lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan rumah yang dibangun langsung di atas tanah.
Alasan saya mengatakan bahwa rumah yang berbentuk panggung lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan rumah yang langsung dibangun di atas tanah, yaitu bahwa rumah panggung tidak menutup tanah secara keseluruhan dalam proses pembangunannya, tetapi tanah hanya ditutup pada bagian kolom penumpu rumahnya saja, maka saat terjadi hujan, bagian tanah di dasar rumah tersebut masih memiliki fungsinya untuk menyerap air hujan. Bahkan tanah tersebut juga masih bisa bernafas bebas, tanpa ada penutupnya.
Berbeda dengan rumah modern, yang langsung dibangun di atas tanah, dengan menutup seluruh bagian tanah yang dibangun. Maka, sudah pasti tanah yang tertutup tersebut sudah tidak dapat menyerap air hujan, bahkan dapat dikatakan bahwa tanah di bawah rumah tersebut sudah kehilangan fungsi ekologisnya.
Jika dalam suatu perkampungan adat yang masyarakatnya masih menggunakan rumah panggung, maka meskipun permukiman tersebut sangat padat, tetapi jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah masih dalam jumlah yang sangat banyak.
Tetapi, hal ini berbeda dengan lingkungan perumahan modern, yang menutup hampir seluruh permukaan tanah, bahkan jalan dan juga halaman, terkadang juga ditutup secara mutlak, bahkan ditutup dengan menggunakan bahan yang tidak dapat meresapakan air.
Akibatnya air hujan di daerah tersebut, tidak ada yang diresapkan ke dalam tanah, sehingga air hujan hanya dialirkan ke tempat lain, jika jumlah perumahan seperti ini jumlahnya semakin banyak, maka dapat dipastikan bahwa jumlah aliran air permukaan akibat hujan akan semakin banyak juga. Jika sampai selokan atau bahkan sungai, sudah tidak dapat menampungnya, maka dapat dipastikan bahwa kondisi perumahan dan permukiman akan mengalami banjir.
Jika pada jaman dahulu, banjir adalah hal yang langka, dan hanya terjadi pada daerah sekitar sungai saja, tetapi saat ini, banjir seperti menjadi hal yang biasa, bahkan pada lokasi yang sangat tinggi, yang secara logika tidak akan terkena banjir karena lokasinya, tetapi kenyataannya banjir tetap saja melanda.