Setelah tanah liat dibentuk menjadi genting mentah, maka proses berikutnya adalah proses pembakaran genting tersebut. Proses pembakaran genting sama seperti proses pemilihan bahan baku, dan sama seperti proses produksi genting, yaitu sama-sama akan menentukan kualitas hasil akhir dari genting itu sendiri.
Pada mulanya saya sempat berifikir bahwa semua bahan bakar yang digunakan untuk membakar genting itu sama saja hasilnya. Ternyata pemikiran saya itu terbukti salah, karena pada kenyataannya bahan bakar yang digunakan oleh para pengrajin akan menentukan kualitas dari genting yang dihasilkan.
Jadi, secara garis besar suhu panas tertentu, akan menghasilkan genting dengan kualitas tertentu juga. Misalnya jika suhu pembakaran yang dihasilkan tidak terlalu panas, maka genting yang dihasilkan akan bermutu seperti gerabah tanah liat. Tetapi jika pengrajin tersebut bisa menghasilkan suhu yang lebih panas lagi, maka akan dapat dihasilkan genting dengan kualitas setingkat dengan keramik atau bahkan setingkat dengan porselin.
Sama seperti pembahasan saya pada artikel sebelumnya bahwa sesuatu hasil yang baik, pastinya akan membutuhkan biaya yang lebih mahal. Hal ini juga terjadi pada produksi genting, karena untuk dapat menghasilkan panas yang tinggi dan konstan, maka akan dibutuhkan bahan bakar yang banyak, dan pastinya biaya yang lebih mahal.
Untuk bahan bakar yang biasa digunakan oleh pengrajin genting yang saya temui tersebut, adalah kayu, tetapi selain kayu mereka juga mulai menggunakan bahan lain seperti sekam padi dan briket batu bara. Untuk tempat produksi genting yang lebih maju, mereka sudah mulai menggunakan gas sebagai bahan bakarnya.
Dan untuk pengrajin yang sudah menggunakan gas, kebanyakan genting yang dihasilkan sudah mirip seperti keramik lantai, yaitu lebih keras, lebih kuat, dan tentu saja lebih kedap air. Jika yang dibuat adalah genting keramik, maka genting ini sudah punya warna yang mengkilap pada permukaannya, sehingga tidak perlu dicat lagi, bahkan kilau warnanya juga dapat bertahan dalam waktu yang lama, tanpa pudar.
Tetapi pastinya harga jual genting seperti ini akan lebih mahal dari pada genting biasa. Hal ini karena biaya investasi untuk membuat dapur pembakaran gas, akan lebih mahal dari pada yang menggunakan kayu ataupun sekam. Lagi pula biaya gas untuk industri juga lebih mahal dari pada harga kayu ataupun sekam padi, yang tentunya masih banyak terdapat di daerah sekitar tempat tinggal saya.
Selain itu jika menggunakan kayu bakar ataupun sekam padi, maka biasanya panas yang dihasilkan juga tidak terlalu tinggi, dan jika ingin mendapatkan panas yang tinggi maka bahan bakar kayunya akan butuh sangat banyak. Jika tidak maka kayu yang digunakan haruslah dari jenis kayu keras yang harganya juga cukup mahal.
Selain itu kondisi genting yang dibakar dengan menggunakan kayu atau sekam padi, tidak akan bersih, mulus dan berwarna orange cerah. Tetapi genting yang dihasilkan sebagian akan berwarna kehitam-hitaman, seperti warna hangus atau warna gosong. Hal ini disebabkan karena asap pembakaran kayu dan sekam padi akan menghasilkan arang (dalam bahasa Jawa disebut langes), dan arang pada asap pemakaran sebagian akan menempel pada genting, sehingga membuat genting menjadi berwarna kehitaman.