Boleh dibilang bahwa akhir-akhir ini, seluruh dunia sedang giat-giatnya untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya. Hal ini karena sumber energi fosil jumlahnya sudah menipis, akibatnya harga jualnya menjadi mahal, selain itu bumi juga mengalami pemanasan global akibat dari asap pembakaran energi fosil yang tidak ramah lingkungan.
Selain itu dalam beberapa kejadian, penggunaan energi nuklir yang katanya lebih bersih, ternyata malah mengakibatkan bencana yang lebih besar, akibatnya banyak negara yang mulai mengalihkan sumber energi mereka pada pembangkit listrik yang lebih aman.
Karena kejadian-kejadian di atas, maka saat ini banyak negara yang mulai mengalihkan fokusnya pada energi matahari. Untuk saat ini dalam beberapa literatur, mengatakan bahwa Jerman dan China adalah dua negara di dunia yang sangat antusias dalam pengembangan dan penggunaan energi sinar matahari.
Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, penggunaan energi surya sepertinya berjalan sangat lambat sekali. Mungkin yang banyak terdengar hanyalah program mobil listrik yang dikembangkan oleh pihak perguruan tinggi untuk dilombakan. Sementara itu sisanya orang menggunakan energi matahari untuk dijadikan sebagai pemanas air mandi saja.
Sepertinya jika saya melihat kondisi ini, bukan karena sumber energi Indonesia yang besar, tetapi lebih kepada urusan politik. Karena dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini PLN (Perusahaan Listrik Negara), terus melakukan pembangunan jaringan transmisi baru dan pembangkit tenaga listrik yang baru. Dengan asumsi mereka bahwa penggunaan listrik akan terus naik, bersamaan selesainya proyek pembangkit listrik mereka.
Tetapi ternyata hal tersebut tidak terjadi, karena itu jika sampai banyak masyarakat yang menggunakan panel surya, sebagai pembangkit listrik, maka secara otomatis hal ini akan semakin menurunkan penggunaan listrik yang diproduksi oleh PLN.
Jadi, PLN tetap akan memproduksi listrik dengan jumlah yang sama selama beberapa waktu kedepan, meskipun ada asumsi penurunan kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini dikarenakan PLN memiliki kontrak dengan beberapa pihak, yang mengatakan bahwa PLN akan terus membeli listrik yang mereka hasilkan, selama kurun waktu tersebut.
Akibat dari kontrak ini, PLN tetap harus membayar listrik yang diproduksi, meskipun listriknya digunakan ataupun tidak digunakan oleh masyarakat. Jadi, jika semakin banyak rumah tangga yang beralih menggunakan panel surya sudah dapat dipastikan bahwa kerugian yang diderita oleh PLN menjadi semakin besar.
Karena itu penggunaan panel listrik oleh masyarakat menjadi sangat sedikit, meskipun kita adalah negara tropis yang memiliki sinar matahari berlimpah. Berbeda dengan di Jerman, yang rakyatnya didorong untuk bisa menghasilkan listrik secara mandiri, meskipun di sana perusahaan listriknya juga mengalami kerugian yang sama seperti yang dialami oleh PLN.
Memang benar bila ada yang mengatakan bahwa biaya untuk pemasangan panel surya ini cukup mahal, terutama untuk panel dan aki penyimpan dayanya. Tetapi jika dilihat dalam jangka panjang, maka program ini bisa membuat rakyat menjadi mandiri energi, dan tidak tergantung pada satu sumber saja. Lagi pula ini adalah energi bersih yang dapat menyelamatkan bumi kita dari pemanasan global.
Lagi pula jika pemerintah serius ingin menggantikan listrik PLN secara masif, sebenarnya pemerintah bisa saja memberikan subsidi pengurangan harga, ataupun kredit pemasangan panel listrik yang pembayarannya bisa dicicil. Tetapi jika itu dilakukan, dapat dipastikan bahwa PLN akan segera bangkrut, bahkan dengan kondisi seperti sekarang saja, setiap saya membaca laporan keuangan PLN, selalu disebutkan PLN mengalami kerugian.