Kayu ulin sebenarnya memiliki beberapa nama, misalnya saja saat saya berada di Kalimantan, orang sana menyebutnya dengan nama ulin. Tetapi saat saya berada di Sumatra, ternyata mereka menyebutnya kayu Bulian, sepertinya untuk di daerah Timur, orang menyebut kayu ini dengan nama kayu besi.
Di Indonesia yang menjadi salah satu ciri khas flora pulau Kalimantan adalah pohon ulin ini. Dahulu hampir semua orang yang tinggal di Kalimantan menggantungkan keperluan pembuatan rumahnya dari kayu ulin. Baik itu rumah yang dibangun di dalam hutan, di pinggir sungai, atau di rawa-rawa, semuanya menggunakan kayu ulin.
Bahkan hampir semua kelompok suku Dayak, menggunakan kayu ulin sebagai bahan baku rumah adat mereka. Selanjutnya para pendatang akhirnya juga meniru hal tersebut dan mulai menggunakan kayu ulin sebagai bahan baku rumah mereka.
Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, kayu ulin berubah menjadi barang yang langka. Penebangan liar yang tidak terkontrol dan kebaran hutan di masa lalu adalah penyebab utama kelangkaan kayu ulin saat ini.
Boleh dikatakan bahwa untuk bisa menyemai bibit pohon ulin, kemudian sampai tumbuh dan siap tebang, memerlukan waktu yang amat lama sekali, mungkin bisa memakan waktu ratusan tahun, bahkan jika masih berusia puluhan tahun kayu ulin masih tergolong muda.
Proses pemulihan pohon ulin yang telah ditebang, umumnya berjalan dengan buruk. Ditambah lagi dengan kondisi perkecambahan biji pohon ulin yang membutuhkan waktu cukup lama yaitu sekitar 6 – 12 bulan, dengan persentase keberhasilan yang relatif rendah. Selain itu, produksi buah tiap pohon juga sangat sedikit.
Karena kombinasi dari semua hal tersebut di atas, maka hal ini menjadikan kayu ulin sebagai komoditas yang langka, karena itu tidak heran jika harga jualnya juga semakin mahal.